Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Gayahidup » Fenomena healing culture : Budaya baru atau pelarian !!

Fenomena healing culture : Budaya baru atau pelarian !!

  • account_circle Fokus id.com
  • calendar_month Jum, 18 Apr 2025
  • visibility 71
  • comment 0 komentar

Fokusid.com_Istilah “healing” kini semakin akrab di telinga kita, terutama di kalangan generasi muda. Istilah ini tidak lagi terbatas pada konteks penyembuhan luka batin, tetapi telah meluas menjadi penamaan untuk berbagai aktivitas santai seperti staycation di hotel, menghabiskan waktu di kafe sambil ngopi, menonton film sendirian, bahkan tidur seharian di kamar. Semua aktivitas tersebut kini diberi label “healing. ”

 

Fenomena ini bukan sekadar tren gaya hidup, melainkan mencerminkan kondisi sosial dan psikologis yang lebih dalam—mengenai kelelahan kolektif, keresahan emosional, dan cara kita bertahan dalam dunia yang serba cepat dan sibuk, kadang tidak memberi ruang untuk bernapas. Pertanyaannya muncul: apakah healing culture ini merupakan tanda kesadaran yang sehat, atau justru sebuah pelarian dari realitas?

Dari Tren Menjadi Gaya Hidup

Awalnya, istilah healing merujuk pada proses penyembuhan dari trauma atau pengalaman emosional yang menyakitkan. Namun, seiring berjalannya waktu, maknanya menjadi lebih luas dan fleksibel. Healing kini tidak harus melalui terapi formal, melainkan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membawa kenyamanan, menenangkan pikiran, dan mengembalikan semangat hidup, meski hanya untuk sejenak.

Fenomena ini berkembang seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, apalagi setelah pandemi COVID-19 yang membuat tekanan emosional semakin meningkat. Isolasi sosial, kehilangan pekerjaan, dan kecemasan akan ketidakpastian, serta interaksi digital yang melelahkan, menjadi pemicu meningkatnya kebutuhan untuk “menenangkan diri. ”

Kini, healing bukan hanya sebagai respon terhadap trauma besar, tetapi juga sebagai jawaban terhadap burnout yang dialami sehari-hari. Generasi muda, terutama Gen Z dan milenial, sering kali merasa terdorong untuk selalu tampil kuat, produktif, dan sukses di usia yang masih muda. Di tengah rutinitas yang padat, healing berfungsi sebagai rem darurat untuk menyelamatkan diri.


Budaya ‘Over-Productive’ dan Tekanan Sosial

Kita hidup dalam budaya yang mengutamakan produktivitas. Seseorang dianggap “berhasil” jika selalu sibuk; semakin padat jadwalnya, semakin dihargai. Padahal, tubuh dan pikiran manusia memiliki batas. Ketika terus-menerus dipacu tanpa istirahat, konsekuensinya bisa sangat serius—mulai dari gangguan tidur, kelelahan emosional, hingga depresi.

Ironisnya, istirahat sering kali masih dipandang sebagai tanda kemalasan. Ungkapan seperti “jangan rebahan terus,” “kerja dulu baru healing,” atau “masa muda harus kerja keras dulu” menjadi narasi umum. Padahal, beristirahat bukanlah bentuk kemunduran. Dengan cukup istirahat, seseorang justru bisa bekerja dengan lebih fokus dan seimbang.

Healing culture, dalam konteks ini, menjadi bentuk perlawanan kecil terhadap norma sosial yang menuntut kita untuk selalu aktif. Ini adalah pesan yang tak terucap: “Aku juga manusia, aku berhak merasa lelah, dan aku butuh waktu untuk pulih.

Pelarian atau Kesadaran Baru?

Namun, tidak semua bentuk healing adalah sehat. Dalam banyak kasus, healing hanya menjadi pelarian sementara dari masalah yang sebenarnya tidak terselesaikan. Misalnya:
– Belanja impulsif untuk “menghibur diri” justru menimbulkan stres finansial,
– Konsumsi makanan berlebihan atau tidak sehat,
– Berlibur hanya untuk melupakan masalah, bukannya menyelesaikannya.

 

Fenomena ini seperti memberikan plester pada luka yang dalam; rasa sakit mungkin berkurang sesaat, tetapi luka itu tetap ada. Tanpa disadari, healing bisa menjadi anestesi yang menumpulkan rasa, bukan menyembuhkan luka.
Namun, di sisi lain, kemunculan ruang-ruang diskusi mengenai kesehatan mental, praktik self-care, journaling, terapi, dan meditasi membawa angin segar. Banyak orang kini semakin terbuka untuk membicarakan luka batin mereka, mencari bantuan profesional, dan mengembangkan rutinitas yang lebih mindful. Di sinilah terletak transformasi budaya penyembuhan: dari sekadar tren menjadi kesadaran mendalam.

 

Ekonomi Emosional: Ketika Healing Menjadi Komoditas
Fenomena budaya penyembuhan ini tidak hanya menyentuh ranah personal, tetapi juga memberikan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Saat ini, kita melihat pertumbuhan pesat di sektor-sektor yang menawarkan “ketenangan” sebagai produk:
– Industri pariwisata kini menyediakan konsep wellness travel retreat yoga, glamping di alam terbuka, dan staycation di villa yang tenang.
– Produk self-care seperti lilin aromaterapi, skincare, diffuser essential oil, dan buku journaling pun mengalami lonjakan penjualan di pasaran.
– Kafe, ruang kerja bersama, dan studio meditasi merancang tempat mereka dengan estetika yang menenangkan, menjadikannya ideal untuk pengalaman “healing”.

 

Inilah yang disebut ekonomi emosional, sebuah pasar yang berkembang dari kebutuhan manusia akan kedamaian dan pemulihan. Budaya penyembuhan menjadi bagian dari gaya hidup konsumsi, dan perusahaan pun menanggapi perkembangan ini dengan bijak.

 

Namun, perlu diingat bahwa penyembuhan yang sejati bukanlah sesuatu yang bisa dibeli. Ia merupakan proses yang dibangun dari dalam diri. Produk dan pengalaman hanyalah alat bantu, bukan tujuan akhir dalam perjalanan kita.

 

Budaya Healing: Membangun Masyarakat yang Lebih Sadar
Dari perspektif yang lebih luas, budaya penyembuhan juga membawa harapan baru. Ia menunjukkan bahwa kita sebagai masyarakat mulai menyadari pentingnya merawat diri, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga mental dan emosional.
Kita mulai belajar untuk tidak lagi meremehkan masalah mental dengan ungkapan seperti “baper” atau “kurang bersyukur”. Kita mulai memahami bahwa setiap orang memiliki luka dan berhak untuk menyembuhkannya dengan cara mereka sendiri.

Komunitas-komunitas pendukung kesehatan mental bermunculan, mulai dari ruang curhat online, program konseling berbasis komunitas, hingga gerakan self-love yang semakin populer di media sosial. Ini semua adalah langkah positif menuju masyarakat yang lebih empatik, lembut, dan manusiawi.

 

Apa yang Sebenarnya Kita Cari dari Healing?
Pada akhirnya, budaya penyembuhan bukanlah sesuatu yang perlu kita kritik atau puji secara berlebihan. Ia mencerminkan kondisi sosial saat ini—bahwa manusia modern sering merasa lelah, bingung, dan kadang kehilangan arah. Di tengah tantangan ekonomi, krisis eksistensi, dan dinamika dunia yang cepat, kita perlu menemukan waktu untuk bertanya pada diri sendiri: bagaimana keadaan jiwa kita?

 

Mungkin, penyembuhan bukanlah tentang pergi ke lokasi yang eksotis atau membeli produk mahal. Mungkin, penyembuhan adalah saat kita mulai jujur pada diri sendiri, memaafkan masa lalu, dan mencintai hidup dengan semua kekurangan yang ada.

 

Oleh karena itu, daripada bertanya apakah budaya penyembuhan ini merupakan pelarian atau bentuk kesadaran, mari tanyakan yang lebih mendalam: apa sebenarnya yang sedang kita sembuhkan? Dan bagaimana kita dapat menciptakan budaya yang tidak hanya produktif, tetapi juga peduli pada keutuhan jiwa?

Penulis

Fokusid.com merupakan sebuah platform media informasi yang hadir untuk memberikan akses berita dan pengetahuan yang akurat, terpercaya, dan berimbang kepada masyarakat. Sebagai alat media informasi, Fokusid.com berkomitmen untuk menyajikan konten yang relevan dan berkualitas,Dengan mengedepankan integritas jurnalistik dan prinsip keberimbangan dalam penyajian informasi.

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Ruang sipil sempit,ketika demokrasi anti kritik !!

    Ruang sipil sempit,ketika demokrasi anti kritik !!

    • calendar_month Kam, 17 Apr 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 42
    • 0Komentar

    Fokusid.com_Kebebasan berekspresi merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi. Namun, belakangan ini, ruang sipil di Indonesia semakin terasa sempit. Aktivis dikriminalisasi, jurnalis mengalami intimidasi, bahkan warga biasa bisa dilaporkan hanya karena unggahan kritis di media sosial. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam: Apakah demokrasi kita benar-benar dalam keadaan sehat? Ruang Sipil: Apa dan Mengapa […]

  • BLOCKCHAIN DAN MASA DEPAN KEUANGAN: LEBIH DARI SEKADAR CRYPTOCURRENCY

    BLOCKCHAIN DAN MASA DEPAN KEUANGAN: LEBIH DARI SEKADAR CRYPTOCURRENCY

    • calendar_month Ming, 20 Apr 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 46
    • 0Komentar

    Fokusid.com_Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi blockchain telah muncul sebagai salah satu topik terhangat dalam dunia teknologi dan keuangan. Meski sering dikaitkan dengan cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum, potensi blockchain jauh lebih luas daripada sekadar menjadi fondasi untuk mata uang digital. Artikel ini akan membahas bagaimana blockchain dapat membentuk masa depan keuangan serta mengubah cara kita […]

  • Peran ekonomi kreatif dalam mendorong perekonomian lokal

    Peran ekonomi kreatif dalam mendorong perekonomian lokal

    • calendar_month Kam, 17 Apr 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 32
    • 0Komentar

    (Poto GreatDay HR) Fokusid.com_Dalam beberapa tahun terakhir, istilah ekonomi kreatif semakin banyak digunakan. Ini bukan hanya sekadar fenomena, tetapi juga sebuah pendekatan baru dalam pembangunan ekonomi yang menekankan kreativitas, ide-ide, dan inovasi sebagai sumber daya utama. Di Indonesia, ekonomi kreatif telah terbukti menjadi salah satu penggerak ekonomi, khususnya di level lokal. Ekonomi kreatif mencakup banyak […]

  • Ketua Umum PB PMII Sampaikan Refleksi di Harlah Ke-65, Arah Gerakan di Tengah Perubahan Global dan Tantangan Demokrasi

    Ketua Umum PB PMII Sampaikan Refleksi di Harlah Ke-65, Arah Gerakan di Tengah Perubahan Global dan Tantangan Demokrasi

    • calendar_month Jum, 18 Apr 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 96
    • 0Komentar

    Jakarta, Fokusid.com – Dalam rangka memperingati hari lahir ke-65 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ketua Umum Pengurus Besar PMII, Mohammad Shofiyulloh Cokro, menyampaikan pemikirannya mengenai arah gerakan PMII di tengah perubahan global, tantangan demokrasi, serta pentingnya menciptakan generasi unggul yang dapat menjadi penggerak perubahan di masa depan. Shofiyulloh menegaskan bahwa PMII kini menghadapi dunia yang […]

  • Final Squad Timnas Indonesia Vs China Malam ini !!

    Final Squad Timnas Indonesia Vs China Malam ini !!

    • calendar_month Kam, 5 Jun 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 25
    • 0Komentar

    Fokusid.com-Final 23 Pemain Tim Nasional (Timnas) Indonesia untuk bertanding melawan China dalam pertandingan kesembilan Grup C babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia telah dirilis oleh PSSI. Dalam proses pendaftaran 23 pemain tersebut, pelatih Patrick Kluivert harus menyingkirkan tujuh nama. Ketujuh pemain yang tidak terdaftar untuk pertandingan Timnas Indonesia melawan China pada Kamis (5/6/2025) […]

  • Sekolah Rakyat: Presiden Prabowo Berjanji Menyelamatkan Generasi Miskin, Tetapi Apakah Ini Bisa Terwujud?

    Sekolah Rakyat: Presiden Prabowo Berjanji Menyelamatkan Generasi Miskin, Tetapi Apakah Ini Bisa Terwujud?

    • calendar_month Sab, 19 Apr 2025
    • account_circle Fokus id.com
    • visibility 58
    • 0Komentar

    Fokusid.com_Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap anak, namun di Indonesia, banyak anak yang masih terhalang untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak akibat keterbatasan ekonomi,Untuk mengatasi permasalahan ini, Presiden Prabowo Subianto meluncurkan program Sekolah Rakyat dengan tujuan menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin, terutama yang tinggal di daerah terpencil. Program Sekolah Rakyat diharapkan mampu […]

expand_less