Pemilu Perlu Sistem berkelanjutan buntut putusan MK, Wamendagri
- account_circle Fokus id.com
- calendar_month Ming, 6 Jul 2025
- visibility 17
- comment 0 komentar

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto respons soal putusan MK terkait pemisahan pemilihan umum di Badung, Bali, Sabtu 5/7/2025. (Doc ANTARA )
Badung (Fokusid. com) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memberikan tanggapan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal dengan menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan sistem pemilu yang berkelanjutan.
Saat berada di Kabupaten Badung, Bali, pada hari Sabtu, Bima menyebutkan bahwa pemikiran seharusnya tidak terus-menerus melakukan perubahan pada sistem pemilihan umum.
“Kami melihat bahwa diperlukan sebuah sistem pemilu yang kuat dan berkelanjutan, jika setiap pemilu mengalami perubahan, maka kita tidak akan memiliki sistem yang konsisten,” ungkap Bima Arya.
Keputusan MK dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 sendiri memisahkan pemilihan umum untuk anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dari pemilihan umum untuk anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta gubernur dan wakil gubernur.
Dengan penerapan sistem baru yang dijadwalkan untuk 2029, pemilu serentak yang selama ini melibatkan lima surat suara tidak akan lagi digunakan.
Mahkamah juga mencatat bahwa hingga kini pembuat undang-undang belum melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Wamendagri menambahkan bahwa pemerintah dan DPR, sebagai pembuat undang-undang, telah memulai proses revisi terhadap Undang-Undang Pemilu.
“Oleh karena itu, terlepas dari ada atau tidaknya keputusan MK, proses ini tetap berlangsung. Di sisi lain, kami juga sedang mempelajari putusan MK tersebut dengan sebaik-baiknya, karena revisi itu harus tetap sejalan dan seirama dengan Undang-Undang Dasar, dan tidak boleh bertentangan,” jelasnya.
Walaupun mengarah pada keinginan agar sistem pemilu tetap, Wamendagri tidak langsung menyatakan setuju atau tidak dengan keputusan MK.
Ia lebih memilih untuk fokus pada proses revisi yang tengah dilakukan oleh pemerintah, sambil mempertimbangkan substansi dari keputusan MK yang mungkin bisa diintegrasikan.
“Belum ada kesimpulan akhir, ini baru tahap awal penelitian dan kajian. Kami berharap agar keputusan MK ini dapat sejalan dan harmonis dengan UUD 1945,” kata Bima Arya.
“Kami sedang mempelajari dengan cermat agar proses revisi tetap sesuai dengan undang-undang. Dalam kajian ini, kami juga meneliti materi substansi dari keputusan MK sebelumnya,” tambahnya.
Wamendagri juga berpendapat bahwa pemisahan pemilu itu terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang mengenai rezim pemilu.
Ia menjelaskan bahwa MK melihat pilkada dan pemilu sebagai satu rezim, sementara banyak pihak beranggapan sebaliknya, sehingga interpretasi ini belum mencapai kesepakatan.
“MK beranggapan bahwa pilkada dan pemilu itu termasuk dalam satu rezim, menafsirkan maksud asli dari proses perubahan Undang-Undang 1945, sementara banyak yang percaya bahwa Undang-Undang 1945 memisahkan antara rezim pilkada dan rezim pemilu. Oleh karena itu, turunan undang-undangnya pun akan berbeda,” tutur Bima Arya.(Sumber Antara)
Penulis Fokus id.com
Fokusid.com merupakan sebuah platform media informasi yang hadir untuk memberikan akses berita dan pengetahuan yang akurat, terpercaya, dan berimbang kepada masyarakat. Sebagai alat media informasi, Fokusid.com berkomitmen untuk menyajikan konten yang relevan dan berkualitas,Dengan mengedepankan integritas jurnalistik dan prinsip keberimbangan dalam penyajian informasi.
Saat ini belum ada komentar